Suara gaduh terdengar dari rumah Suliah ketika ia sedang memarahi Meriam, anak gadisnya semata wayang. Bagaimana dia tidak mau gusar, Meriam yang kini menginjak umur 16 sering menjadi gunjingan penduduk desa Madurasa. Memang semenjak kecil Meriam merupakan anak kesayangan pasangan Abas dan Suliah yang hanya dikurnai anak satu ini. Gadis cilik ini memiliki paras yang amat cantik, namun kecantikan inilah yang menjadikannya buah godaan kawan-kawan prianya. Ketika Meriam baru berusia 6 tahun, Abas merantau ke Jakarta untuk mencari keberuntungan di ibu kota. Tanggung jawab untuk membesarkan Meriam kini sepenuhnya berada di atas pundak Suliah.
“Sudah berapa kali saya peringatkan kamu, jangan main-main sama laki sebelum kamu menikah. Kamu mau jadi lonté apa?” teriak Suliah sambil menampar muka anaknya. “Walaupun kita bukan orang kaya, namun ibumu ini masih cukup dipandang orang di desa ini. Tahu tidak, bahwa dengan kelakuanmu ini kamu mencemarkan nama baik keluarga kita?”
Gara-garanya waktu pulang dari mencuci baju di kali, Suliah memergoki anaknya sedang bercekikikan sambil bercumbu-cumbuan di semak-semak dekat sekolah dengan Didi, anak sulung Pak Gadé. Setelah memaki-maki si Didi, Suliah menyeret anaknya sendiri pulang untuk diberi pelajaran. Walaupun dengan hati yang pedih karena sebenarnya ia sendiri tidak tega untuk menyakiti anak kesayangannya, namun dalam alam pikirannya yang sederhana, ia hanya mengenal satu cara untuk memberi pelajaran kepada anaknya yaitu dengan cara memukulinya.
Malam itu Meriam dengan mata bengkak akibat tangisnya duduk termenung di atas tempat tidur sambil merenungkan kata-kata ibunya. Darah puber dalam dirinya berontak atas perlakuan kasar terhadap dirinya yang dirasakannya tidak adil. Apakah ini wujud cinta kasih yang layak ia dapatkan dari orangtuanya? Apakah ia salah bahwa teman-teman sekolahnya, terutama yang pria senang pada dirinya? Kalau ibuku tidak mencintaiku lagi apa gunanya aku masih lama-lama tinggal di kampung? Kalaupun pergi aku mau pergi ke mana? Jakarta! Ya, JAKARTA-lah yang akan menjadi tujuanku untuk mencari ayah. Seribu pertanyaan berkecamuk dalam benaknya namun tekadnya sudah bulat. Ia berangkat ke Jakarta!
Bulan sudah merayap tinggi di langit ketika pintu rumah Suliah dibuka perlahan-lahan dan sosok tubuh gadis ramping menyelinap keluar dengan membawa bekal satu buntalan berisi dua setel baju dan sepasang sepatu kesayangannya. | Winning entries could not be determined in this language pair.There was 1 entry submitted in this pair during the submission phase. Not enough entries were submitted for this pair to advance to the finals round, and it was therefore not possible to determine a winner.
Competition in this pair is now closed. |
メリアム スリアフの家から一人っ子娘のメリアムを怒る時の騒がしい声が聞こえている。どうしても彼女が叱責にならぬ、16歳になったメリアムは最近よくマデウラサ村の人達の噂になる。確かに、子供からメリアムが一人しか持ってない子の夫婦のアバスとスリアフの最も愛される娘でいる。この女の子は非常にかわいらしい顔でいるが、その美しさの癖に男性の友だちにずっと誘惑される。当時6歳だった、父親のアバスはジャカルタへ首都の幸運を探しに追求した。それであの時から全ての娘の世話および教育はスリアフの肩に置いてしまう。 「もう何回もお母さんは警告したんだろう。結婚する前に男と付き合ってるな!。お前が売春婦になりたいか。」と娘の顔を手打ちしながら叫んだ。「貧乏でもこのお母さんはまだこの村の人達に尊敬されてるよ。お前の悪い態度でお前が家族の良い評判を壊すのを知らないか」。 原因として川から帰っている洗濯に行ったスリアフはガデさんの長男のディディと学校の近くの茂で求愛したりクスクス笑ったりするメリアムを見透かしてしまった。ディディを呪った後、罰則をかける為に自分の娘を家まで牽引した。実は愛する娘を痛めるには自分の心も悲しくて耐えられないが、スリアフの頭には子供を罰則するのに打つしか方法が知らない。 あの夜、涙だらけ腫れ目のマリアムは母親の呪い言葉を考え込みながらベッドの上に座った。思春期の血が自分に不公平だと感じた過酷な治療に反抗した。これは母親から妥当にくれた愛情のか。間違ったかもし学校の友達、特に男性は愛してくれたこと。もう母は、嫌だったらずっとここに住む意味がないよ。でも。。逃げたらどこがいいか?ジャカルタ!はい、父親を捜すのに目的になる町はジャカルタだ!。千の質問は彼女の心の奥に格闘しているが、今彼女の意志力がもう決定した。彼女はジャカルタに行くことにする! 月はもうだんだん高く空を上がっている、スリアフの家のドアがゆっくり開いてそれから細い女の子の姿は服が2着と愛する靴が入っている小包を持って家を抜け出した。 | Entry #13868 — Discuss 0
|